Menulis sampai kapan? Saya memilih
menjawab: saya akan menulis hingga nafas terakhir dihembuskan. Insya Allah.
Terkesan lebay? Berlebihan dan sok? Itu tergantung persepsi Anda. Saya merasa
bahwa menulis adalah kegiatan yang menyenangkan. Sehingga membuat saya harus
terus menulis tanpa henti. Menulis tentang apa saja dan melalui berbagai media.
Terlalu banyak, atau sangat banyak
peristiwa atau cerita dalam kehidupan di sekitar kita yang bisa menjadi
inspirasi dan topik menulis. Cerita tetangga yang sakit, obrolan tentang
tetangga sebelah yang baru saja mendapatkan hadiah mobil, atau cerita tukang
sayur yang saban hari menjajakan dagangannya menyambangi para pelanggannya dan
berpuluh cerita yang hadir silih berganti–atau berbarengan–bisa kita jadikan
ide untuk menulis.
Ketika membuka laptop, colokkan modem
lalu berselancar di internet, di sini juga banyak sekali informasi dan
peristiwa yang bisa menjadi bahan tulisan. Itu artinya, kita sebenarnya bisa
menangkap ide dan menuliskan terus menerus. Bisa sebagai tanggapan atas berita
yang beredar atau bisa juga meluruskan berita, bahkan bisa saja membuat berita
sendiri, hasil reportase sendiri.
Informasi saat ini sudah menjadi
kebutuhan asasi manusia. Betapa banyak media cetak diterbitkan, stasiun radio
dan televisi didirikan, perusahaan internet berlomba menarik perhatian
masyarakat akan informasi yang mereka tawarkan. Itu artinya pula, kita memiliki
peluang untuk menuliskan informasi yang bisa kita produksi sendiri. Omong-omong
soal produksi tulisan sendiri, kini sebenarnya kita amat dimudahkan oleh adanya
layanan blog. Di situlah kita bisa berkreasi dengan meng-upload tulisan kita
atau hasil kreasi foto dan desain serta video yang kita buat. Menyenangkan.
Ayolah, masih banyak kesempatan untuk
berkarya. Di era digital ini, kita bisa memanfaatkan sarana tersebut untuk
menyampaikan informasi dan opini. Terlebih, bagi pengemban dakwah, inilah
saatnya kita memanfaatkan untuk kepentingan syiar Islam. Ayo menulis tanpa
henti!
Salam,
O. Solihin